NuansaJambi – Ketua Asosiasi Pengusaha Jasa Boga Indonesia (APJI) Jambi , Rice Yogina, memberikan tanggapan terkait peluncuran program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang baru saja diperkenalkan di Jambi, Senin (17/02) kemarin. Menurutnya, program ini bukan sekadar menyediakan makanan enak secara gratis, melainkan memastikan asupan gizi anak-anak sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Badan Gizi Nasional (BGN).
“Ini soal makan bergizi gratis, bukan soal makan enak gratis. Artinya, makanan yang disajikan untuk anak-anak memiliki standar gizi sesuai dengan ketentuan BGN,” ujar Rice Yogina, Selasa (18/02).
Menanggapi berbagai komentar masyarakat terkait porsi makanan, Rice menjelaskan bahwa porsi yang diberikan memang telah disesuaikan dengan kebutuhan anak-anak, khususnya siswa kelas 1 hingga 3 Sekolah Dasar. Ia menilai porsi tersebut sudah cukup dan bahkan dilengkapi dengan susu sebagai bagian dari menu bergizi.
“Kemarin saya dengar banyak komentar soal porsinya, saya mengamati itu. Sebenarnya ini salah persepsi di masyarakat. Porsi yang disediakan memang untuk anak-anak SD kelas 1 sampai 3, dan menurut saya sudah cukup. Saya juga sempat bertanya kepada anak-anak mengenai rasa makanan, dan mereka bilang enak. Semoga program ini bisa berjalan secara konsisten,” jelasnya.
Rice Yogina juga menyoroti penggunaan wadah makanan yang seharusnya berbahan stainless steel. Menurutnya, penyedia makanan masih dalam proses pemesanan wadah yang sesuai standar tersebut.
Lebih lanjut, ia berharap para pengusaha katering yang tergabung dalam APJI Jambi bisa dilibatkan dalam program ini. Namun, ia juga mengakui adanya tantangan bagi pengusaha katering, terutama terkait mekanisme pembayaran dan kapasitas produksi.
“Kami berharap pengusaha katering dari asosiasi kami bisa ikut serta. Tapi ini berkaitan dengan kemampuan kami untuk menalanginya dulu. Program ini mengharuskan satu dapur bisa menyediakan 3.000 porsi tanpa boleh dipecah ke beberapa penyedia. Jadi, para pengusaha katering harus mempertimbangkan apakah mereka mampu dengan skema ini, terutama karena pembayaran dilakukan setiap dua minggu sekali,” paparnya.
Meski ada beberapa tantangan di lapangan, Rice menegaskan bahwa program MBG ini perlu didukung karena memiliki dampak ekonomi yang besar, terutama dalam menyerap tenaga kerja dengan gaji sesuai Upah Minimum Regional (UMR).
“Intinya, program MBG ini harus kita dukung. Jika ada kekurangan di lapangan, kita bisa menjadikannya bahan koreksi untuk disampaikan ke BGN. Jika program ini berjalan dengan baik, dampak ekonominya luar biasa, terutama dalam menyerap tenaga kerja. Jadi, seharusnya kita mendukung,” pungkasnya. (Sanca)

