Orang Terkaya ke-18 RI Rugi Rp 3,7 T Gegara Dilarang Ekspor Batu Bara

Foto: Ist

Jakarta -Pengusaha batu bara sekaligus orang terkaya ke-18 di Indonesia versi Forbes, Dato Low Tuck Kwong kehilangan cuan US$ 260 juta, setara Rp 3,7 triliun (asumsi kurs: Rp 14.300). Itu diakibatkan kebijakan pelarangan ekspor batu bara yang berlaku per 1 Januari 2022.

Hal tersebut dialami oleh perusahaannya, PT Bayan Resources Tbk. Kwong, yang menjabat sebagai Direktur Utama perusahaan mengantongi kepemilikan 1.840.271.230 lembar saham atau 55,21% per 7 Januari 2022.

“Perseroan dan anak-anak usaha Perseroan, yakni PT Bara Tabang, PT Fajar Sakti Prima, PT Firman Ketaun Perkasa, PT Teguh Sinarabadi, PT Wahana Baratama Mining telah mengeluarkan pemberitahuan tentang keadaan kahar kepada para pembeli batu baranya pada tanggal 13 Januari 2022, mengenai tidak dapat dipenuhinya kewajiban pengiriman batu bara sampai dengan tanggal 31 Januari 2022 terkait dengan adanya kebijakan larangan ekspor batu bara sejak tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Januari 2022,” bunyi keterangan yang ditandatangani Kwong, dikutip detikcom dari keterbukaan informasi, Selasa (18/1/2022).

Larangan ekspor dikeluarkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berdasarkan surat dari Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM atas nama Menteri ESDM Nomor B-1605/MB.05/DJB.B/2021 tanggal 31 Desember 2021 perihal Pemenuhan Kebutuhan Batubara untuk Kelistrikan Umum.

Larangan penjualan batu bara ke luar negeri yang dilakukan oleh pemerintah disebabkan adanya laporan dari PT PLN (Persero) mengenai krisis pasokan batu bara untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara.

Alhasil perusahaan milik pria berharta US$ 3,1 miliar (Rp 44,3 triliun) itu harus kehilangan potensi pendapatan sebesar Rp 3,7 triliun karena tak bisa memasok batu bara ke pembeli.

“Perseroan dan anak-anak usahanya tersebut tidak dapat memenuhi kewajiban pengiriman batu baranya sesuai dengan kontrak dan Perseroan dan anak-anak usahanya mengalami kehilangan pendapatan di bulan Januari 2022 kurang lebih sebesar US$ 260 juta dan harus melakukan negosiasi dengan para pelanggannya untuk melakukan penjadwalan ulang atas pengiriman batu bara yang tidak dapat dikirimkan tersebut,” tambahnya. (Detik)